Wahai relung belulang malam
Dengan kelam
Yang tak berhingga menembus angkasa
Ditemani bulan merah padam.
Meratap tilas langit yang menyeruak
Awan hinggap di sisi-sisi gelap
Terbengkalai diinjak sang bintang
Kala itu, angin berdesis
Layaknya ular purnama di pematang
Menghapus setiap goresan keheningan yang tercipta
Sayang, kalong –kalong penari malam itu hilang
Ditelan goa kemarut yang pucat
Sayang, kemerlap kunang-kunang
Tak lagi gemerlap
Sedan tiada henti memangku kesunyian
Saat jiwa tiada lagi bertubuh, sendiri…
Terpeluk bekunya sepi yang mematikan
Terbelenggu pikiran,
Dicampur dengan segelas kenangan
Yang mana, beling-belingnya terkelupas
Menusuk setiap pori merah jantung
Merenggutku dari kehidupan
Ya, bulan merah padam.
Berbagilah nestapa ini, bersama gerombolan itu
Gerombolan tetaburan cahaya
Di kaki angkasa
Berbagilah nestapa denganku,
Agar tiada nelangsa mencabut jiwa ini
Tiada pedih terbekas
Kepedihan dari sang bidadari
Bidadari pengkhianat, yang bernama cinta
Yogyakarta, januari 2013