Sabtu, 23 Juni 2012

10 film wajib ditonton selama liburan.. ^^


Metrotvnews.com, Jakata:
Sejumlah film musim panas Hollywood segera dirilis dan bisa disaksikan di bioskop Indonesia dalam waktu dekat. Musim panas ini, film-film Hollywood diwarnai aksi superhero.



Satu di antaranya adalah "The Amazing Spider-man" yang akan dirilis di Amerika Serikat pada 3 Juli mendatang. Di film Spiderman kali ini, peran Toby Maguire digantikan oleh Andrew Garfield.


Film lainnya yang segera dirilis adalah sang manusia kelelawar Batman "The Dark Knight Rises". Berbeda dengan Spiderman, Batman masih dilakoni Christian Bale. Film ini juga akan dirilis bulan Juli.


Sementara kisah pertarungan manusia dan alien membela bumi diangkat sutradara Ridley Scott dalam "Prometheus". Film ini akan dirilis tanggal 8 Juni mendatang.


Film lainnya yang akan segera beredar adalah aksi Will Smith dan Tommy Lee Jones yang akan kembali dalam "Men in Black 3". Kemudian di bulan Juni dan Agustus akan ada "Gijoe: Retaliation" dan "The Expendables 2".


Sedang Kristen Stewart dan Charlize Theron akan bertarung dalam "Snow White and The Huntsman".


Bagi Anda penggemar Cameron Diaz bisa segera menyaksikan akting sang aktris dalam film yang diadaptasi dari buku panduan kehamilan "What to Expect When You're Expecting". Di film itu, Diaz beradu akting dengan Jennifer Lopez. Film ini akan dirilis 2 minggu lagi di AS.


Di genre komedi, penggemar Sacha Baron Cohen akan segera dikocok perutnya dalam film "The Dictator".


Sementara Johnny Depp kembali berkolaborasi dengan sutradara kawakan Tim Burton dalam film "Dark Shadows".


Bagi anak-anak, musim panas ini juga dapat menyaksikan "Madagascar 3: Europe's Most Wanted" dan "Ice Age: Continental Drift". Studio Animasi Pixar juga memperkenalkan karakter perempuan pejuang yang akan menghibur Anda melalui film animasi "Brave".(DSY)

Seorang Fans Bola meninggal oleh karena kebanyakan begadang?


Ditulis oleh Dede Sugita dan di-copy oleh Aloysius Damar dariid.olahraga.yahoo.com

 Seorang penggemar berat sepakbola di Cina menghembuskan napas terakhir di usia 26 tahun setelah tidak tidur selama 11 hari berturut-turut demi menonton seluruh pertandingan Euro 2012, demikian dikabarkanSina.com.
Jiang Xiaoshan, nama fans tersebut, yang diketahui menjagokan timnas Inggris dan Prancis pada turnamen terakbar antarnegara Eropa itu, dilaporkan meninggal akibat kelelahan.
Seperti halnya di Indonesia, kick-off laga-laga di Polandia-Ukraina pun berlangsung pada dinihari waktu Cina. Sebagai seorang gibol alias penggila sepakbola, Xiaoshan, yang tinggal di kota Changsha, ogah melewatkan satu pun pertandingan.
Setiap malam ia selalu menonton laga demi laga dengan teman-temannya, lalu pergi bekerja pada pagi harinya. Namun, tubuhnya akhirnya tak bisa lagi menahan kebiasaan tersebut.
Usai menyaksikan duel Republik Irlandia kontra Italia di fase penyisihan, Selasa (19/6) dinihari waktu Cina, Xiaoshan pulang ke rumahnya pada pukul 05.00 dan kemudian mandi. Tak kuat menahan kantuk, ia lalu tertidur dan tak pernah terbangun lagi.
Kawan-kawannya sangat syok mendengar kabar duka ini. Menurut mereka, Xiaoshan menjalani pola hidup yang relatif sehat, bahkan sempat menjadi anggota tim sepakbola universitas semasa kuliah beberapa tahun sebelumnya.
Meski begitu, beberapa sumber meyakini bahwa efek alkohol dan rokok, dikombinasikan dengan kelelahan kronis, merupakan pemicu kematian Xiaoshan karena hal tersebut melemahkan sistem kekebalan tubuhnya.
Kabar ini tentu patut menjadi perhatian para gibol di negara-negara lain yang juga punya perbedaan zona waktu signifikan dengan Eropa, termasuk Indonesia. Menonton siaran langsung sepakbola tentu mengasyikkan, tapi perhatikan kondisi tubuh dan jangan lupa istirahat!

Inggris-Italia, Saya megang apa yaa??

Ditulis oleh Tegar Paramatha dan di-copy oleh Aloysius Damar Pranadi dari id.olahraga.yahoo.com


Inggris dan Italia akan menunjukkan siapa yang terkuat di antara mereka pada laga perempat-final Euro 2012 hari Senin dini hari (25/6), di Kiev.

Berdasar data yang dihimpun, sejarah pertemuan kedua tim sudah terjadi sejak tahun 1933 dalam sebuah laga persahabatan yang berakhir dengan hasil imbang 1-1. Di ajang Euro sendiri, kedua tim baru bertemu satu kali pada tahun 1980, di mana Italia berhasil mengalahkan Inggris dalam babak grup.

Sementara itu, di babak kualifikasi Piala Dunia, Italia dan Inggris berhadapan sebanyak empat kali, di mana Italia berhasil meraih dua kemenangan, sementara Inggris hanya satu kali menang, satu pertandingan sisa berakhir imbang. Di ajang Piala Dunia, kedua tim juga baru bertemu satu kali, di perebutan tempat ketiga Piala Dunia 1990, di mana Azzurri berhasil meraih kemenangan tipis dengan skor 1-0.

Italia ditahan imbang oleh Inggris dengan skor tanpa gol dalam laga kualifikasi Piala Dunia 1998 di Roma

Secara total kedua tim telah bermain sebanyak 22 kali, sembilan kemenangan berhasil diraih Italia, Inggris merengkuh tujuh kemenangan, sementara enam laga berakhir imbang. Namun meskipun demikian, Inggris unggul dalam statistik gol atas Italia, The Three Lions telah menjebol gawang Italia sebanyak 28 kali, sementara Azzurri hanya mampu mencetak 26 gol.

Kemenangan terbesar antara kedua tim diraih Inggris, di mana mereka menghancurkan Italia dengan skor 4-0 pada laga uji coba tahun 1948 silam. Namun, dalam milenium baru, Italia selalu mengalahkan The Three Lions, yaitu dengan skor 1-0 (uji coba tahun 2000) dan 2-1 (uji coba tahun 2002). Kemenangan Inggris atas Italia dicetak pada tahun 1997, juga dalam sebuah laga uji coba.

Di ajang Euro 2012 ini, laga antara Italia dan Inggris diperkirakan akan berjalan dengan cukup ketat, karena kedua tim lolos dari babak grup dengan status tidak terkalahkan.

Hal tersebut cukup luar biasa, bahkan Inggris, yang dirundung banyak masalah sebelum keberangkatan ke Euro, secara mengejutkan berhasil memuncaki klasemen grup D mengungguli tim favorit juara Prancis.

Sementara itu, di kubu Italia, juga tidak dapat dianggap remeh. Skuat asuhan Cesare Prandelli tersebut mampu mengimbangi Spanyol dan kemudian memastikan tiket ke babak selanjutnya dengan kemenangan meyakinkan atas Republik Irlandia.


Piala Dunia1990 Italia 1-0 Inggris [perebutan tempat ketiga]

Kualifikasi Piala Dunia1996/1997 Italia 0-0 Inggris [Grup 2]
1996/1997 Inggris 0-1 Italia [Grup 2]
1976/1977 Inggris 2-0 Italia [Grup 2]
1976/1977 Italia 2-0 Inggris [Grup 2]

Euro
1980 Italia 1-0 Inggris [Grup 2]

Uji Coba2002 Inggris 1-2 Italia  
2000 Italia 1-0 Inggris
1997 Inggris 2-0 Italia 
1989 Inggris 0-0 Italia
1985 Italia 2-1 Inggris
1976 Inggris 3-2 Italia   
1973 Inggris 0-1 Italia
1973 Italia 2-0 Inggris 
1961 Italia 2-3 Inggris
1959 Inggris 2-2 Italia
1952 Italia 1-1 Inggris 
1949 Inggris 2-0 Italia
1948 Italia 0-4 Inggris
1939 Italia 2-2 Inggris
1934 Inggris 3-2 Italia
1933 Italia 1-1 Inggris

Museum terbaik di Jakarta apa ya? Jawabannya adalah.. Gereja Katedral..

(Ditulis oleh Hairun Fahrudin dan di-copy dari yahoo.com oleh Aloysius Damar P)


Gereja Katedral Jakarta yang berdiri kokoh di sebelah utara Lapangan Banteng ternyata menyimpan banyak cerita menarik. Bangunan dengan arsitektur neo-Gotik — yang terletak berseberangan dengan Masjid Istiqlal ini merupakan salah satu gedung cagar budaya paling menawan di Jakarta. 


Gereja Katedral Jakarta memiliki sebuah museum yang bisa dikunjungi semua kalangan. Setelah membaca sebuah berita yang menyatakan Museum Katedral Jakarta dinobatkan sebagai museum terbaik di Jakarta untuk kategori pelestarian cagar budaya, saya langsung berkunjung ke museum itu.


Museum Katedral Jakarta berada di balkon ruang utama gereja yang biasa digunakan untuk misa. Lantai balkon itu dahulu digunakan untuk koor gereja, namun kini dimanfaatkan untuk memajang koleksi museum. Dari lantai balkon ini bisa disaksikan ruang utama Katedral Jakarta yang digunakan untuk beribadah.
Tempat misa dilihat dari atas. (Hairun Fahrudin)
Gereja Katedral Jakarta sendiri mulai didirikan pada 1891 untuk mengganti gereja lama yang runtuh pada 9 April 1890 (hanya beberapa hari menjelang perayaan Paskah). Pembangunannya menemui banyak sekali kendala, bahkan sempat terhenti karena kekurangan dana. Pembangunan Katedral Jakarta baru selesai 10 tahun kemudian, yakni pada 1901.


Riwayat Katedral Jakarta yang panjang itu terangkum rapi dalam koleksi museum. Saat ini ada sekitar 400 koleksi yang dipamerkan, semuanya barang-barang milik pastoran Katedral Jakarta dan ada juga koleksi hasil sumbangan dari pihak tertentu.
Anda juga dapat melihat koleksi barang-barang milik pastoran Katedral di ruangan ini. (Hairun Fahrudin)
Ibu Lusi, salah seorang pengurus Museum Katedral Jakarta, berbaik hati mengantar saya berkeliling museum. Di antara ratusan koleksi museum, perhatian saya langsung tertuju pada pakaian rohaniwan Katolik yang tersimpan dalam beberapa kotak kaca. Dalam kotak kaca itu tersimpan jubah, topi dan kasula berbagai warna. 
Deretan pakaian rohaniwan Katolik di dalam Gereja Katedral. (Hairun Fahrudin)
Kasula adalah lapisan terluar busana yang dikenakan rohaniwan Katolik. Warna kasula yang dikenakan seorang pastor memiliki makna tertentu. Kasula berwarna putih biasanya dipakai untuk ibadah sehari-hari, sedangkan ungu dan merah digunakan untuk acara duka cita seperti misa tutup peti dan paskah, lanjutnya lagi.


Koleksi lainnya yang cukup menarik adalah tongkat Paus Paulus VI dan piala Paus Yohanes Paulus II yang sengaja ditinggal untuk kenang-kenangan saat mereka berkunjung ke Indonesia. Ada juga lukisan bergambar gereja karya Kusni Kasdut yang terbuat dari pelepah pisang (Kusni Kasdut adalah seorang penjahat kelas kakap yang dihukum mati pada 1980.).


Saya juga sangat tertarik dengan koleksi relikui yang dipajang dalam kotak kecil dari kaca. Relikui adalah benda-benda peninggalan atau sisa-sisa tubuh orang kudus yang sudah meninggal, misalnya potongan pakaian, rambut dan serpihan tulang. Benda-benda ini ditaruh dalam wadah kecil berbentuk bundar dan biasanya ditempatkan dalam altar. 


Barang-barang lain yang turut dipamerkan antara lain mebel antik, alat musik, patung, jam bandul, buku doa, foto-foto tua, serta perlengkapan yang biasa digunakan umat Katolik untuk beribadah. Pendek kata, koleksi museum ini sangat lengkap dalam menjelaskan tradisi Katolik.


Dari balkon, saya beranjak ke lantai pertama yang merupakan ruangan tempat beribadah. Ruang utama Gereja Katedral Jakarta ini agak gelap, kecuali bagian altarnya. Ini merupakan simbolisasi bahwa bagian terpenting dari sebuah gereja adalah altarnya. Dinding ruang utama gereja ini dihiasi lukisan dari potongan keramik yang menggambarkan kehidupan Yesus.


Langit-langit Gereja Katedral Jakarta terbuat dari kayu jati supaya tidak mudah roboh saat terjadi gempa bumi. Menaranya juga hanya terbuat dari rangka besi, bukan beton seperti umumnya gereja di Eropa.
Menara-menara khas Gereja Katedral. (Hairun Fahrudin)
Gereja Katedral Jakarta memiliki dua menara utama yang disebut Menara Daud dan Menara Gading. Sekilas bentuk kedua menara itu terlihat sama, namun kalau diperhatikan lebih seksama ternyata berbeda. Menara Gading diapit oleh empat menara kecil berbentuk lancip, sedangkan Menara Daud berbentuk seperti benteng yang melambangkan Benteng Daud. Menara lainnya yang lebih kecil disebut Angelus Dei, letaknya di belakang dua menara utama.


Kalau Anda tertarik dengan sejarah Katedral Jakarta serta ingin mengenal lebih dekat tradisi Katolik, silahkan berkunjung ke Museum Katedral Jakarta. Sayangnya, museum ini tidak buka pada akhir pekan.


Museum Katedral Jakarta
Jl. Katedral 7B, Jakarta Pusat
Telp.: (021) 3519 186, Faks.: (021) 3509 952
Jam buka: Senin, Rabu, Jumat, pukul 10.00-12.00 WIB
Tiket masuk: gratis
Pengunjung harus berbusana rapi dan sopan

SELURUH NAFAS INI = 2 is better than 1

Halo... Halo.. Yang malam mingguan di rumah mana suaranyaa???
Raaaawwwwwrrr..
Wah lagi uas nih, tapi ngeblog(jangan ditambahin g lagi sebelum g yang pertama, sama mengganti e menjadi o hahaha ) harus tetep jalan... Refreshing... Stress banget gila ngerangkum beratus-ratus halaman materi UAS dan dijadikan satu lembar saja buat ujian, itu susahnya... Belum ujian mata kuliah legendaris yang nilai paling tinggi sepanjang sejarah di teknik fisika itu C...ckckck (loh jadi curhat? hahaha)
Kembali ke topik..
Begini saya hanya mau memberitahu bahwa anda sekalian, para penikmat blog dan pencinta sastra atau musik pada khususnya, harus mendengarkan lagu yang judulnya:
SELURUH NAFAS INI..
sekali lagi: judulnya
SELURUH NAFAS INI

Habis itu coba dengerin lagunya BoyslikeGirls yang judulnya Two is Better than One, bagaimanakah pendapat teman2 tentang kedua lagu tersebut???

Gak usah dijawab, dan simpan di dalam hati ya.. Cukup sedih rasanya jika lagu indonesia hanya mengadaptasi lagu luar dan menjadikannya lagu baru dengan lirik yang diganti..
-_-"
Sampai kapankah akan seperti ini?

Info lomba nih buat yang suka menulis.. Ayo berkreasilah Pemuda/i Indonesia!^^


Lomba Menulis Novel 2012, Berhadiah Puluhan Juta dari DKJ

Deadline: 30 Agustus 2012
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) kembali menggelar Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012.
Ketentuan Umum
  • Peserta adalah warga negara Indonesia (dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk atau bukti identitas lainnya).
  • Peserta boleh mengirimkan lebih dari satu naskah.
  • Naskah belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apa pun, baik sebagian maupun seluruhnya.
  • Naskah tidak sedang diikutkan dalam sayembara serupa.
  • Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik.
  • Tema bebas.
  • Naskah adalah karya asli, bukan saduran, bukan jiplakan (sebagian atau seluruhnya).
Ketentuan Khusus
  • Panjang naskah minimal 150 halaman A4, 1,5 spasi, Times New Roman 12.
  • Peserta menyertakan biodata dan alamat lengkap dalam lembar tersendiri, di luar naskah.
  • Batas akhir pengiriman naskah: 30 Agustus 2012 (cap pos atau diantar langsung).
  • Empat salinan naskah yang diketik dan dijilid dikirim ke:
Panitia Sayembara Menulis Novel DKJ 2012
Dewan Kesenian Jakarta
Jl. Cikini Raya 73
Jakarta 10330
 Lain-lain
  • Para Pemenang akan diumumkan dalam Malam Anugerah Sayembara Menulis Novel DKJ 2012 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada Desember 2012.
  • Hak Cipta dan hak penerbitan naskah peserta sepenuhnya berada pada penulis.
  • Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat dan tidak diadakan surat-menyurat.
  • Pajak ditanggung pemenang.
  • Sayembara ini tertutup bagi anggota Dewan Kesenian Jakarta Periode 2009—2012 dan keluarga inti Dewan Juri.
  • Dewan Juri terdiri dari kalangan sastrawan dan akademisi sastra.
Hadiah
  • Pemenang utama Rp 20 juta.
  • Empat pemenang unggulan @ Rp 4 juta.
Total hadiah sayembara dua tahunan ini menurun, terutama bila dibandingkan tahun 2006 yang totalnya 60 juta. Lalu pada tahun 2008 cuma 47,5 juta. Naik sedikit menjadi 50 juta di tahun 2010. Dan sekarang turun lagi jadi 36 juta.
TELAH TERBIT: kumpulan sastra pendek tentang mahasiswa
Apapun itu, mengikuti lomba ini menjanjikan pengalaman bersastra yang menyenangkan (apalagi kalau menang). Ayu Utami, novelis Saman, merintis karir novelnya dari sini. Waktu itu Saman merupakan novel pertamanya. Artinya dalam menentukan pemenang, DKJ tidak mempedulikan apakah penulisnya sudah punya nama atau pemula. Semua berpeluang menang.
Jangan pula menganggap sastra-sastra yang bakal diperhitungkan pasti naskah yang berat-berat dan jauh dari kehidupan anak muda. Saya pernah bacaJukstaposisi, karangan Calvin Michel Sidjaja (pemuda kelahiran 1986). Novel ini menjadi juara III pada Sayembara Novel DKJ 2006. Membaca novel ini seperti menonton cerita kehidupan remaja di FTV-FTV. Tapi idenya provokatif, ceritanya unik, digarap detail. Tokoh-tokohnya anak muda. Genre-nya fantasi, surealis.
Ini cukup membuktikan bahwa dalam lomba ini, sekali lagi, semua berpeluang menang.

Arrpegio Harmonic


Dawai sebuah biola bergetar dengan penuh kecupan dari jemari manisku. Menggelorakan sebuah keindahan suara yang harmonis. Ruangan hening tempatku membisu dalam bawah sadarnya demi mendengarkan alunan melodi yang keluar dari biola tuaku. Simponi sedu sedan nampak dari Moonlight Sonata yang bergema di seluruh penjuru ruangan tempat aku sendirian. Suasana yang hampir mendekati hampa menghanyutkanku dalam setiap aroma nada lagu klasik kesukaanku tersebut.
Saat memainkan partitur akhir, keringat di keningku mengalir deras membasahi wajahku yang terpantul cahaya lampu. Mataku yang tertutup pun mulai risih oleh keringat yang berada di selaput mataku. Ingin kuusap rasanya, namun mungkin nanti setelah Moonlight Sonata habis kumainkan. Namun kurasakan, tak hanya keningku yang membanjiri wajahku. Dada dan tubuh belakangku mengalirkan setetes demi setetes keringat dari seluruh pori-pori kulitku. Memang semua itu dikarenakan ruangan itu tak ada kipas atau pendingin ruangan, hanya selubang kecil ventilasi yang membiarkan sang angin menghembuskan kesegarannya.
“Hah, selesai juga akhirnya,” kataku sambil menurunkan biolaku yang elok dari jepitan dagu dan bahuku. Tubuh biola yang semampai  kupegang dengan segala kehalusan kayunya kurasakan di kulit telapak tanganku.
Kumasukkan biolaku yang kini sudah tua namun tetap dalam keadaan baik kedalam tas biola yang kusandarkan di tembok yang berada didekatku. Pelan-pelan kutaruh biola penuh kebesaran itu kedalam wadahnya yang juga masih bersih dan bagus. Penuh kebesaran artinya melalui biola inilah almarhum ayahku menjadi seorang maestro musik klasik yang diakui di negeri ini. Banyak sekali mahakarya-mahakarya yang keluar dari gesekan biola yang dimainkan oleh jiwa mendiang ayahku sebagai seorang maestro sekaligus longman-seorang pencinta musik klasik.
Saat aku mengendurkan bow-tongkat penggesek biola, terbukalah pintu ruangan itu. Gesekan kayu dan lantai yang mencicit menandakan bahwa kayu pintu tersebut sudah cukup tua. Kemudian dari siluet-siluet yang tampak, tergambarlah seorang perempuan masuk ke ruanganku. Dan akhirnya, muncul sosok yang amat aku sayang dengan kecantikannya yang sungguh menawan.
“Sudah, kamu latihannya, Beethoven kecilku?” tanya ibuku dengan menggunakan panggilan ayah kepadaku yang masih nampak muda belia. Ia pun tersenyum manis dan mendekatiku dengan aura kasih sayangnya yang hangat terasa.
“Ya, baru saja selesai kok, bu,” senyumku kepadanya sambil mengusap kening dan wajahku dengan sapu tangan, hadiah ulangtahunku tahun lalu dari mantan pacarku, Aurelia.
“Wah, panas ya? Kamu sih selalu tidak mau pakai pendingin ruangan atau kipas disini,” tukas ibuku sambil meniupiku dengan angin yang keluar dari bibirnya yang halus.
“Tidak juga kok, bu. Lagian kalau panas itu penghayatannya lebih mendalam, dan mampu menghasilkan suara yang lebih indah. Soalnya kan,” kataku terpotong oleh ibuku yang melanjutkannya.
“Ya, soalnya kan biola itu kalau dalam udara yang dingin bisa sumbang kan?” sanggah ibuku seperti itu. Aku pun tertawa kecil dan mengangguk. Ibuku pun melanjutkannya, “Kau sama seperti ayahmu saja.”
“Terus tidak hanya itu saja bu,” kataku sehingga menarik keluar penasaran dalam ibuku.
“Oia? Apa lagi? Gaya atau kata-kata ayahmu lagi ya?” terkanya sambil menyenggolku.
“Haha.. Mungkin, tapi tidak tahu juga sih aku. Sepertinya ini gayaku,” jawabku sambil tersenyum.
“Hah? Apa itu?” tanya ibuku sambil menunjukkan ekspresi penasarannya.
“Ya, aku suka panas karena aku suka berkeringat. Kalau aku berkeringat, maka aku akan mengusapnya dengan sesuatu yang spesial,” kataku sambil tersenyum menunjukkan sapu tangan dari Aurelia.
Ibuku tertawa kecil, karena ia tahu hubunganku dan Aurelia sudah lama tidak terlihat olehnya. Mungkin beliau mengetahui bahwa aku dan ia kini tidak berpacaran lagi.
“Kamu masih dengan gadis itu ya?” tanya ibuku yang masih agak tertawa.
“Tidak, bu. Aku sudah memutuskan untuk fokus mengejar cita-citaku dahulu. Seperti ayah,” kataku dengan nada sedih.
“Loh? Pantas saja, kok ibu sudah tidak melihat kalian bersama lagi,” tukas ibuku sambil berpura-pura tidak tahu, Padahal aku yakin sekali ibuku sudah tahu, tetapi entah mengapa ada sesuatu dibalik kepura-puraannya ini. Dan hal itu akhirnya terungkap.
“Oia, selera gadis kamu seperti ayahmu, ya nak?” tanya ibuku sambil memancarkan kelucuan yang begitu dahsyat. Tapi sepertinya tertahankan.
“Mengapa ibu? Kan aku emang anak ayah ya jelas dong kalau aku sama sepertinya,” tanyaku kembali kepada ibuku. Dan sepertinya penasaranku tersulut oleh pertanyaan ibuku tadi.
“Bukan hanya itu. Kamu mau tahu, nak? Aurelia persis sekali sama ibu waktu muda dulu,” tukas ibuku sambil tersenyum. Namun tak hanya tersenyum, saat ibu memendekan rambutnya. Memang sedikit mirip tergambar, cantiknya Aurelia dalam wajah ibuku.
“Sungguh?” tanyaku seakan tak percaya mendengar hal itu.
“Ya, seandainya masih ada album waktu ibu muda, ibu akan menunjukkannya kepadamu.”
Aku yang sedikit tak percaya tiba-tiba menemukan salah satu perbedaan.
“Haha... Tidak mirip kok, bu. Ada bedanya,” tukasku sambil tersenyum menahan tawa.
“Hah? Apa itu?” tanya beliau yang rasa penasarannya berhasil kusulut kembali.
“Bedanya Aurelia itu baik, dan agak pendiam. Tapi kalau ibu itu, terkadang galak, dan cerewet sekali.”

            Keesokan harinya, aku yang berkuliah di salah satu universitas negeri yang tak jauh dari rumahku bersiap untuk pergi ke kampus. Pagi-pagi sekali jam bekerku telah menjerit di telingaku, sehingga membangunkanku dari tidur yang nyenyak. Ibuku yang telah bangun lebih pagi daripadaku juga telah menyiapkan sarapan yang sederhana di meja makan. Ada beberapa potong roti, selai, susu, serta biskuit. Suara tabuhan lapar dari perutku pun akhirnya membuatku menyantap roti lebih dari biasanya. Dan selanjutnya dengan sepedaku aku pergi ke kampus.
            Hari ini adalah hari yang cerah. Begitu terang, dan sang surya telah menyinari hampir seluruh bagian Kota Budaya ini, Yogyakarta. Fajar yang menyingsing kini perlahan hilang digantikan pagi yang penuh dengan semangat baru.
Cahaya pagi yang jatuh dari langit menyirami sawah disekitarku. Jalanan pun ramai dipenuhi oleh orang bersepeda pagi itu. Mereka adalah orang-orang yang penuh dengan daya juang tinggi, dan semangat kerja yang patut diacungi jempol. Mereka adalah petani-petani atau pedagang di pasar yang tak jauh dari tempat aku tinggal. Dan, kebanyakan dari mereka ialah para manula yang juga berjalan pagi atau bersepeda menuju sawah. Walau sudah tua, semangat juang dalam diri mereka tetap membara sampai akhir hayat.
            Hal itulah yang membuatku sebagai orang muda lebih bersemangat dan berjuang. Selama tenaga yang diberikan oleh Yang Kuasa masih berlimpah, aku berjuang demi meraih segala impian dan cita-citaku.
            Kukayuh sepedaku yang lumayan baru dengan penuh semangat. Dengan tas yang kugantung di bahu kananku. Disisi kananku terjuntai pemandangan yang Maha Indah. Dari gunung-gunung yang hijau jauh dilubuk mata berdiri megah, sungai yang berkelak-kelok seperti ular yang menuruni gunung hingga sampai ke lembah. Lalu sawah yang berpetak-petak dikanan kiriku, mengalaskan langit biru yang terang dan penuh awan putih. Udara yang sejuk juga menenteramkan jiwa-jiwa yang merasakannya disini.
Sambil mengayuh aku menulusuri jalan pedesaan yang masih agak sepi. Hingga akhirnya di ujung pandangku aku melihat keramaian telah menggumpal. Kudengar suara deruman kendaraan bermotor mulai membahana saat aku mendekatinya. Sampailah aku disebuah pertigaan jalan besar dengan jalan pedesaanku tadi. Jalan Solo-Yogya.
Ramai sekali keadaan disini. Motor-motor berlalu cepat seperti berlomba menuju garis finish dalam balapan-balapan liar. Mobil dan bus antar kota juga tak mau kalah mereka saling adu cepat di jalan besar yang menghubungkan kota Solo dan kota Yogyakarta. Untung saja aku tak terlalu lama disitu, aku kemudian mengambil jalan-jalan tikus yang dapat membawaku sampai di sebuah perempatan besar. Namun karena ada perbaikan jalan di jalan tikus yang sering kulewati, aku akhirnya mengambil jalan tikus yang kedua yang sudah lama tak pernah kulewati lagi.
Jalan itu lumayan sempit, hanya muat dua sepeda motor yang melewati jalan tersebut. Dikanan-kiriku kulihat rumah-rumah sederhana yang tak berhalaman yang menjadikan jalan itu layaknya sebuah lorong yang cukup panjang dan agak berkelok. Kupikir jalan ini lebih cepat daripada jalur biasanya, karena sepi dan tidak banyak anak-anak yang main di jalan tikus ini. Sampailah aku akhirnya di sebuah jalan besar lagi yang kukenal, namun jarang kulewati. Dan dari situ aku bersepeda hingga sampailah di perempatan besar dengan lampu merah yang paling terlama di kota ini menurutku.
Ketika aku berhenti sejenak karena lampu semerah darah menyala dari lampu merah yang berdiri tegak di depanku, seorang gadis kecil dengan wajah yang ceria memegang biolanya yang sudah agak kotor, dan sedikit rusak. Kulihat tubuh biola nan eloknya harus ditambal oleh beberapa lakban hitam, karena mungkin ada yang lecet atau pecah. Sungguh ironis keadaan biola itu. Namun gadis itulah yang tiba-tiba membuatku terkejut. Saat lampu merah itu tadi menyala, ia bersiap dengan biolanya untuk mendatangi setiap kendaraan bermotor yang berhenti disitu. Lumayan ada sekitar 130 detik baginya untuk menggesekan sebuah lagu singkat. Namun kulihat gadis itu tidaklah mendatangi kendaraan melainkan berdiri di tengah jalan, dan mulai menggesek biolanya dengan jemarinya yang kecil.
Kudengar ia mulai menggesekan melodi demi melodi sebuah lagu dengan penuh penghayatan dari raut wajahnya. Senyum melebar dimulutnya menandakan betapa bahagianya ia dapat tampil di depan kami ini para pengguna jalan. Ia yang tampil penuh penghayatan membuat kami terpaku seperti orang yang menonton sebuah orkestra biola yang dipenuhi oleh maestro-maestro ternama. Ia-gadis itu-menjadikan jalanan ini sebagai panggung yang megah yang dipenuhi oleh sorot lampu bercahaya emas layaknya panggung di sebuah gedung orkes. Sungguh aku yang terpaku disini merasa tak seperti berada di sebuah perempatan jalan.
Dari sela-sela keramaian yang tidak terlalu berisik aku mendengar sayup-sayup nada-nada yang ia persembahkan melalui gesekan biolanya tersebut. Nada-nada itu sangat aku kenal, dan sepertinya itu sebuah lagu anak-anak yang sering kunyanyikan pada saat aku masih kecil. Dan aku kini tahu lagu apa yang ia mainkan, sebuah lagu yang membuat kita semakin sayang oleh ibu kita, dan kita semakin tahu betapa besar kasihnya kepada kita. Lagu Kasih Ibu.
Gesekan gadis kecil itu sedikit membuatku merinding, karena ia memainkan biola itu dengan sangat mahir. Suaranya yang halus dan bersih membuatku iri, karena aku pun tak pernah bisa memainkan Moonlight Sonata tanpa salah sedikit pun. Pasti ada nada-nada yang terselip, dan menjerit disela-sela aku memainkannya. Dan aku sempat berpikir apabila ayahku ada disini, ia pasti memberikan tepuk tangan yang paling keras untuk gadis kecil itu setelah gadis itu selesai memainkannya. Dalam hati pun aku bertanya, darimana gadis itu mulai mengenal biola?
Setelah nada akhir ia gesekan, ia menutup lagunya dengan stacato-teknik menggesek biola dengan hentakan. Sungguh hebat, dan baru kusadari mulutku terbuka terheran-heran. What an superb girl she is! hatiku pun terkejut melihat hal itu.
Dari lagu yang ia mainkan tadi, ia hanya membutuh sekitar 30-40 detik saja. Lalu masih ada hampir satu menit baginya untuk menyodorkan sebuah kantung permen kepada kami, para pengguna jalan. Dengan senyumnya yang manis, ia tanpa alas kaki berjalan dari mobil ke mobil, dan dari motor ke motor. Aku yang masih merinding ia datangi terakhir kali setelah semua telah ia sodorkan. Rambutnya yang panjang dan hitam tersipu oleh angin yang bertiup. Tangan kanannya yang kecil menyodorkanku kantong permen yang ia bawa, sedangkan tangan satunya pun masih memegang biolanya yang ajaib.
“Sebentar ya,” tukasku sambil tersenyum kepada gadis yang kini berdiri di sampingku. Kulitnya yang sawo matang membuatnya cantik. Matanya yang coklat juga melengkapi keelokan dirinya. Aku yang mencari dompetku di kantung celanaku melihatnya sabar menunggu uang recehan dariku.
“Ini buat kamu,” kataku saat aku mengeluarkan uang sepuluh ribu dari dompetku dan kujatuhkan dalam kantungnya. Gadis itu pun tersontak kaget melihat aku menaruh uang sepuluh ribu ke kantungnya. Senyumnya kabur, dan berubah menjadi penasaran.
“Loh? Benar ini ngasihnya kak?” tanyanya dengan suara yang halus, dan manis. Karena ia tak percaya ia mencoba mengambil dan menunjukkannya kembali uang yang kuberikan itu.
“Ya, benar dong. Masa lagu yang kamu sajikan tadi kakak hargai hanya 500 rupiah? Tidak mungkinkan?” tanyaku sambil tersenyum kepadanya. Ia pun berubah jadi malu, dan tersenyum kepadaku.
“Ya, tapi kan? ...” katanya sambil terbata-bata mendengar pernyataan, dan pertanyaanku tadi. Aku pun geli melihatnya.
“Haha.. Ya sudah. Kamu ambil saja ya, dik. Itu memang pantas buat lagumu yang indah tadi,” kataku sambil melirik ke penghitung detik lampu merah yang sudah menghitung mundur 10.
“Benar kak?” tanyanya kembali sambil tertawa kecil, dan aku hanya mengangguk penuh senyuman. Gadis itu senang walau masih diliputi rasa tidak percaya.
            “Terima kasih kak. Sudah mau hijau tuh. Hati-hati di jalan ya kak,” tukasnya sambil tersenyum melambaikan tangannya yang kecil kepadaku. Ia pun di trotoar mulai terduduk dan menghitung hasil yang ia peroleh tadi. Saat lampu kuning menyala, aku pun bertanya kepadanya, “Siapa namamu?”
Ia yang asyik menghitung tak mendengarnya. Namun bukan karena asyik menghitung saja, mobil yang tadinya terdiam kini menggeber suaranya dan siap jalan saat lampu hijau menyala nanti. Dan akhirnya lampu hijau menyala, aku yang tak mau telat pun mulai mengayuh sepedaku kembali ke kampus yang kutuju.
Sesampainya di kampus, aku memarkirkan sepedaku dan berlari menuju kelas agar aku tidak telat. Pagi ini aku harus datang menghadiri sebuah rapat harian organisasi yang aku ikuti disini. Namun yang membuatku lain hari ini, aku selalu memikirkan apa yang pagi tadi barusan terjadi. Aku masih terpesona oleh gadis kecil tadi. Ia mengamen, hanya bermodalkan sebuah biola yang sudah tak bagus namun kualitas permainannya hampir menyamai sebuah orkestra yang megah.
“Hei, bengong saja kamu, rel!” seru sahabatku yang super bawel, Koko, saat aku masih terbayang gadis biola tadi. Aku pun kaget namun belum mampu mengeluarkan sepatah kata apapun kepadanya.
“Hei! Malah lanjutin bengongnya lagi ini anak. Sadar oi.. Sadar..”
“Ah, bawel banget sih. Orang lagi asik bengong juga,” gertakku yang akhirnya tak tahan mendengar bawelnya sahabatku yang satu ini.
“Ya Allah. Malah marah-marah nih anak. Eh, mau tahu tidak? Tuh Pak Hendra udah jalan di lorong kelas menuju ruang kelas kita,” tukas Koko sambil menunjuk seorang bapak yang tua, yang dari wajahnya sudah tergambar jelas galaknya bapak tersebut. Aku pun terkejut, karena apabila aku telat masuk darinya, aku akan menerima sangsi tugas wajib darinya. Dan itu hal yang paling menyesakkan yang pernah ada selama aku jadi mahasiswa disini.
“Astaga! Bilang kenapa dari tadi.. Bahaya banget tuh orang sudah sampai situ.. Ayo, buruan gih ngebut kita ke kelas,” ajakku sambil merapikan baju, dan meninggalkan tempat duduk kami.
Beruntung aku lebih cepat tiga langkah dari dosenku yang sedang melangkah ke kelasku. Dengan alisnya yang tebal, ia hanya menatap hampa diriku dan Koko. Sedangkan kami yang berlari secepat mungkin menuju pintu itu tak sempat mengucapkan sepatah salam kepadanya.
Pulangnya aku pun segera kembali ke persimpangan dimana aku menemui gadis cilik pemain biola tadi. Aku segera melesat kesana, dan yang kutemui hanya anak-anak berandal yang menjagai daerah situ. Aku terheran dan kaget, mengapa kini anak berandal yang mengamen di persimpangan lampu merah situ. Padahal tadi kan, anak pemain biola yang bermain disitu. Wah, jangan-jangan terjadi apa-apa sama gadis itu, pikirku.
Aku pun mulai menuntun perlahan sepedaku ditengah sinar matahari yang membakar jalanan siang itu. Ubun-ubunku mengobarkan panas yang mengucurkan keringat banyak dari padanya. Mengalir deras melewati sela telinga, kening, hingga ke pipi, dan terkadang bermuara di bibirku yang kering. Gerah menggelora dalam jiwaku yang agak lelah. Letih juga menggergoti tubuhku sehingga aku berniat untuk berteduh di suatu toko bunga yang ada di persimpangan itu.
“Mas, permisi ya. Saya mau numpang duduk disini,” mohonku kepada seseorang yang sedang merapikan bunga-bunga di potnya. Ia pun melihatku dengan penuh pilu, sehingga ia mengangguk, lalu melanjutkan pekerjaannya lagi. Aku menyandarkan sepedaku di tembok di samping toko bunga itu. Lalu, aku duduk di sebuah bangku panjang tempat seharusnya beberapa pot ditaruh diatasnya.
Setelah aku terduduk pun, aku masih mengamati persimpangan tadi. Aku sekali-sekali membayangkan kejadian tadi pagi. Aku mengimajinasikan aku yang masih menunggu lampu merah menyala di sepeda. Lalu tampak kembali, anak gadis yang bermain biola tadi di tengah jalan. Dengan gesture, dan mimiknya ia mampu menghanyutkanku dalam lagu yang ia persembahkan. Kebayang jelas suara gesekan melodi yang ia mainkan pada saat itu. Nada-nadanya halus, dengan teknik yang seharusnya tak seorang pun tahu apabila ia tidak latihan khusus dari yang mengerti.
Tanpa sadar aku telah melamun, dan kurang lebih lima belas menit lamanya mataku tertuju pada lampu merah tempat aku menunggu dan bertemu seorang anak gadis tadi. Tiba-tiba seseorang menyadarkanku dengan mengecup bahuku dengan jemarinya. Lalu membuat semua imajinasi tadi terbang entah kemana.
“Kak, Kak!” seru suara gadis kecil yang halus kearah telingaku. Ia duduk di sampingku, dengan sebuah tas khusus yang kukenal sekali.
Aku pun yang tersadar sedikit terlonjak dan mulai menengok ke arah gadis itu. Senyumannya yang tersirat dari mimik yang manis membuatku mengenalnya. Dan tasnya yang khusus itu tas yang sangat akrab kubawa juga. Tas Biola.
“Hah? Kaget kakak nih. Kamu gadis yang tadi pagi bukan?” tanyaku kepadanya sambil membenarkan dudukku.
“Ya, kak. Kakak yang tadi pagi memberiku uang banyak bukan?” tanyanya dengan suara halus, dan aku hanya mengangguk, “ Wah, aku kira salah tadi. Aku tadi ragu-ragu saat mau menyapa kakak.” Aku hanya tertawa kecil.
“Oia, kakak sedang apa?” tanyanya sambil menyandarkan tas biolanya ke tembok yang ada dibelakang kami.
Aku pun bingung ingin menjawab apa. Tak berani aku mengatakan bahwa aku ingin bertemu dengannya. Tak ada jawaban dariku sampai gadis itu bertanya lagi.
“Mau beli bunga ya?” tanyanya halus sambil menengok ke arah deretan pot yang berisi bunga-bunga indah, dan bunga-bunga hiasan yang berjajar di dalam toko. Aku pun mendapat ide.
“Haha, ya ini sedang ingin beli bunga. Tapi bingung mau yang mana?”
“Boleh aku sarankan pendapatku?”
“Wah boleh.. Kira-kira yang mana ya yang bagus?” tanyaku sambil melihatnya menatapi bunga-bunga yang ada disamping kami.
Bougenvile aja kak? Dia indah, dan begitu menawan, Namun penuh kelembutan. Sedangkan Rose indah berwarna merah darah namun penuh duri, bisa-bisa hanya melukai orang yang kakak beri saja,” tukasnya halus sambil menunjuk ke arah bunga yang menebarkan warna ungu yang muda, dengan harum yang semerbak.
“Wah boleh juga. Bagus juga pilihan kamu,” tukasku, tapi aku penasaran mengapa ia tahu yang bagus yang itu, dan sampai tahu namanya segala, “oia, ngomong-ngomong kamu tahu banyak ya?”
“Ya, kak. Aku tahu banyak soal bunga, sebab ibuku dulu penjual bunga di daerah sana,” katanya sambil mengangguk tapi kurasakan aura kesedihan mulai menerpa jiwaku, “Namun semenjak ibu sakit keras, ia harus menutup usahanya, dan ayah yang sudah lama tak ada. Jadi, aku pun berhenti sekolah. Kini, aku hanya dapat mengamen seperti halnya tadi yang kakak lihat.”
“O.. Begitu ya.. Lalu, kamu mengamennya pagi-pagi saja?” tanyaku mengingat kini anak berandal telah menguasai daerah gadis kecil tadi mengamen.
“Ya, kak. Aku mengamen hanya pagi dari jam 5 sampai jam 7 saja. Setelah itu aku pergi ke sekolah untuk melihat teman-temanku belajar disana. Mereka sangat beruntung bisa memakai baju merah putih. Namun aku masih beruntung juga, sebab aku masih bisa belajar melalui jendela-jendela kelas mereka. Aku membawa buku satu untuk mencatat segala yang mereka pelajari. Lumayankan, aku bisa bersekolah tanpa harus membayar uang sekolah yang katanya gratis, nyatanya sampai sekarang sekolah saja tetap mahal bagi orang sepertiku. Lalu dari sekolah aku harus pergi ke sebuah ke rumah untuk kembali menemani ibu. Ibu perlu perawatan khusus, terutama dariku. Lalu sekarang aku kembali kesini, karena nanti sore aku harus kembali mengamen disitu,” katanya sambil menunjuk persimpangan lampu merah tempat aku melihatnya memainkan biola tadi pagi.
“Wah, hebatnya kamu. Kamu pantang menyerah dalam mengejar ilmu ya,” pujiku kepada gadis kecil itu. Aku dan dia bercakap-cakap lama sekali. Asyik memang, namun ternyata yang kudapat darinya ternyata gadis sekecil dia harus menanggung kesedihan dan penderitaan yang besar dalam awal hidupnya. Tetapi walaupun begitu, gadis yang kutanyai namanya, Laskar, ini mampu menunjukkan bahwa tak ada kata menyerah untuk sebuah perjuangan hidup. Hingga sampai akhirnya gadis ini mampu membangunkanku dari tidurnya wawasanku tentang anak jalanan. Sekaligus menamparku dengan sebuah pelajaran hidup untuk jangan menyerah selama hidupku.
Tak terasa obrolan panjang yang seakan tak ada habisnya pun membawaku tidak sadar akan waktu. Hari yang telah menjelang sore. Zamrud oranye sudah membakar langit yang biru, dan membayangi jalanan di persimpangan itu. Hal itu membuat Laskar sadar akan tugasnya mengamen lagi di persimpangan jalan itu.
“Kak, sudah menjelang sore nih. Aku harus kesana mengamen lagi,” tukasnya sambil bangun dan menunjuk persimpangan jalan tempat aku bertemu dengannya tadi pagi.
“Oia? Wah, sudah sore ya? Kakak juga baru sadar nih. Ya sudah, kesana gih buruan,” kataku sambil melihat jam tanganku yang berwarna hitam kelam. Aku yang memegang seikat bunga Bougenvile -yang kubeli tadi- kini melihatnya berdiri dan menggendong tas biolanya yang tampak kusam.
“Ya sudah ya kak. Aku kesana ya,” tukasnya sambil tersenyum dan hendak melangkah ke tempat dimana anak berandal lainnya sudah tidak ada di tempat itu lagi.
“Laskar tunggu!” seruku bangun dari dudukku saat gadis kecil itu melangkah cepat ke arah persimpangan, namun untungnya belum menyebrang jalan.
“Ya, ada apa kak?” katanya sambil berjalan pelan mendekatiku kembali, akupun menghampirinya dengan langkah yang lambat.
“Oia, senang bisa berbagi cerita denganmu Laskar. Ini sebagai tanda perkenalan kita bunga ini buat kamu, bagaimana? Siapa tahu mamamu akan sembuh setelah memiliki bunga kesayangannya lagi,” tukasku sambil menyodorkan seikat Bougenvile yang ada di genggaman tanganku.
“Wah beneran nih kak?” tanyanya tidak percaya. Raut tak percayanya mirip sekali dengan raut wajahnya saat ia menerima uang sepuluh ribuku. Dan kulihat senyumnya sudah mulai tumbuh dari bibirnya yang merah dan kecil.
“Ya, beneran dong. Sebenarnya tadi kakak tidak mau membelikan kamu.”
“Loh, pacar kakak?” tanyanya sambil menjebakku.
“Pacar kakak tomboi kok. Kalau sama bunga tidak terlalu suka dia. Dia mah sukanya olahraga,” bohongku tentang Aurel kepadanya. Aurel tidak suka bunga? Tidak mungkin itu terjadi.
“Wah, serius kak?” tanyanya sekali lagi untuk meyakinkannya benar.
“Ya, ini ambillah.”
Ia pun menerimanya, dan tersenyum senang. Aku pun membalasnya dengan senyum.
“Terima kasih kakak.”
“Ya sama-sama Laskar,” kataku. Ia pun mengucapkan selamat tinggal padaku, saat aku hendak pulang. Lalu aku melihatnya berlari menyebrang jalan, dan saat di pembatas jalan, ia melambaikan tangan kepadaku. Dan aku pun membalasnya. Laskar pun bersiap menyebrang jalan sisi satunya lagi. Dan aku pun berbalik, dan hendak menuju sepedaku yang masih tersandarkan di dekat Toko Bunga tadi. Namun, saat melangkah aku merasakan ada keanehan menyelimuti kepalaku. Perlahan keanehan itu mulai menggerogoti pikiran dan jiwaku. Sampai membekukan hatiku dengan perasaan buruk. Dan benar perasaan buruk itu pun tiba.
Tiba-tiba saja sebuah ledakan yang amat dashyat kudengar dari belakangku. Suara itu merayap di udara dan menelusuri seluruh penjuru persimpangan jalan. Aku yang kaget sekali berlutut karena hantamannya masih terasa dibelakangku. Asap pun lalu menjalar di seluruh jalan membuat getaran di jalan yang amat kencang. Sepintas aku memejamkan mata. Kudengar alarm bunyi yang diparkir di dekat situ merongrong di telingaku. Jeritan demi jeritan menyusul tak mau kalah rasanya dengan bunyi alarm yang keras. Dalam asap yang lumayan tebal, mataku kubuka. Dan tak dapat kulihat jelas apa yang terjadi di sekitarku. Yang kulihat hanya asap yang mengaburkan segala pandangan di sekitarku. Kuberusaha mengibaskan asap-asap itu, namun masih belum berhasil. Kudengar juga suara teriakan orang-orang, dan ada juga jeritan-jeritan, serta isak tangis yang begitu hebat. Dan persimpangan yang tadinya tenang menjadi kacau balau.
Aku menoleh ke belakang, dan melihat persimpangan itu. Tampak beberapa orang terjatuh di jalanan persimpangan. Kebanyakan dari mereka adalah pengendara sepeda motor, yang terkena hantaman ledakan tadi. Aku tak tahu, apakah mereka masih hidup atau sudah tewas. Selain itu para pengendara mobil keluar, dan berhamburan keluar. Diikuti jeritan-jeritan ketakutan yang keluar dari mulut mereka.
Beberapa detik kemudian asap mulai menipis, aku mulai melihat beberapa orang yang tergeletak bangun, dan berlarian menjauhi persimpangan tadi. Persimpangan? Aku nyaris lupa dengan persimpangan itu. Persimpangan dimana aku bertemu seorang gadis yang bermain biola sangat indah walau dia masih sangat kecil. Gadis biola? Laskar? Aku baru ingat bahwa Laskar tadi meninggalkanku ke persimpangan. Dan suara ledakan dashyat itu pun berasal dari sana. Astagaa! Teriakku dalam hatiku sehingga membuatku panik seketika.
Rasa panik, dan ketakutan tergambar di wajahku. Aku bodoh sekali, baru menyadari bahwa Laskar sedang menuju tempat yang sekarang malah jadi sumber ledakan itu. Bodoh sekali aku, karena aku juga baru sadar akan Laskar setelah 60 detik ledakan itu kudengar. Bodoh, bodoh, bodoh, sesalku berulang dalam hati sambil berlari menyebrang jalan menuju tempat Laskar berada.
Dilanda oleh panik yang menggelora dalam tubuhku, aku berdoa dalam hati semoga Laskar tidak apa-apa. Aku mencari dan terus mencari apakah Laskar baik-baik saja. Namun dalam pencarianku itu, kulihat banyak orang tak sadarkan diri tergeletak di jalanan, dan di trotoar sekitar persimpangan itu. Tak kutemukan gadis kecil, yang menggendong tas biolanya tergeletak dimana pun. Aku mulai sangat khawatir. Hingga kekhawatiranku terjawab saat seseorang mencolekku dibelakang. Dan aku yakin sekali, colekan yang rendah itu berasal dari gadis kecil itu, Laskar.
Tetapi saat kumenoleh ke belakang, aku tak melihat seorang gadis dengan tas biolanya, Melainkan seorang perempuan muda yang kesakitan dengan kaki yang tak bisa berjalan. Wajahnya yang sedikit penuh darah membuatku kasihan melihatnya.
“Toloooongg,” rintihnya sambil mengais-ais celana jeans-ku. Matanya yang memancarkan penderitaan begitu hebat melemahkan hatiku yang tadinya beku oleh kepanikan dan kekhawatiran. Aku pun menolongnya, dengan menggendongnya, dan membawanya menjauhi tempat itu.
Setelah aku menaruh perempuan tadi di tempat yang banyak orang berkumpul, aku mencari lagi gadis biola itu. Dalam asap yang mulai tak terlihat lagi, aku mencari dan mencari diantara banyak manusia yang tak sadarkan diri di jalan persimpangan itu. Sampai aku menemukan sebuah tas biola yang sangat kukenal, dengan gadis yang terbujur kaku agak jauh dari situ. Aku pun mulai sedih melihat gadis malang itu. Rasanya ingin sekali kuteteskan air mata sebanyak-banyaknya saat itu. Mataku mulai pedih, dan cucuran-cucuran air mata mulai membasahi pipiku saat ku berjalan lemas menuju gadis yang tertidur lemas di dinding salah satu toko di dekat persimpangan itu. Dan saat kulihat gadis itu, benar dialah Laskar. Dengan tubuh, yang penuh luka goresan kaca, dan pecahan kaca disekitar tubuhnya, ia terbujur kaku menggenggam seikat bunga. Bunga Bougenvile.


                                                ***

Pertemuan oleh seorang sahabat layaknya sebuah komet yang melintasi bumi. Ia hanya sesaat ataupun sekejap mata, dan mungkin lama sekali untuk menunggunya terulang lagi. Namun, sangat indah saat dirasakan, dan tak terlupakan saat kita mengenangnya,
-by Aloysius Damar Pranadi-

                                                ***

Bertahun-tahun kemudian, aku yang sudah menjadi seorang pelatih biola mandiri, dan memiliki tempat pembelajaran sendiri sedang melihat konsep orkestra hasil karyaku sendiri. Aku menyewa sebuah gedung pertemuan mewah, di suatu tempat di kota Jakarta. Aku yang sudah tinggal di Jakarta kini, telah sukses memperkenalkan biola.
Acara orkes yang sederhana telah kukonsep sangat apik. Dan hingga pada akhir acara, aku mempersembahkan sebuah acara puncak, yang mungkin akan membuat penonton sangat terpukau.
Saat pembawa acara, membuka acara puncak. Seorang gadis cantik berparas elok pun maju, dengan dibantu oleh seorang asisten untuk berjalan menaiki panggung yang kudirikan di hadapan lebih dari setengah ribu penonton. Dengan gaun yang indah yang melekat ditubuhnya, ia sangat cantik dan rupawan. Ribuan mata kini telah memandang seorang gadis yang jalan dengan susah payah melangkah menaiki dibantu seorang asisten untuk menampilkan sesuatu yang amat jarang. Akhirnya keanehan berjalannya, yang terpogoh-pogoh, membuat penonton yang melihatnya mulai saling berbisik, karena mereka mulai menyadari bahwa gadis itu seorang tuna netra.
Setelah ia berdiri di depan sebuah kursi yang telah ditaruh diatas panggung itu. Ia menunduk, dan memberi hormat kepada seluruh penonton yang menatapnya. Penonton pun membalas hormat kepada gadis itu dengan tepuk tangan yang meriah di seluruh penjuru ruang besar itu. Setelah tenang kembali, gadis itu pun akhirnya terduduk tegak sambil menggenggam sebuah biola yang ia bawa daritadi.
Kecupan-kecupan manis jari tangan kirinya berpadu mulai gesekan lembut tongkat biola yang ia ayunkan oleh tangan kanannya. Melodi demi melodi indah pun mengalir dari lubang pada tubuh biola ke seluruh atmosfer ruang tersebut. Halus, dan penuh harmonisasi nada membawa para penonton hanyut pada kolaborasi nada yang ia mainkan. Mimik wajahnya yang penuh dengan penghayatan memampukan penonton merasuki lagu yang ia persembahkan itu. Sedu dan sedan mengalir, dan tergambar jelas dari setiap melodi Moonlight Sonata yang ia mainkan.
Lagu yang sangat kusukai itu sangat berhasil dibawakan oleh gadis cantik berparas elok itu, dengan keterbatasannya. Gadis yang dahulu, hanyalah seorang gadis pengamen di jalanan. Gadis yang dahulu kutemui di sebuah persimpangan jalan, yang pernah ada bom meledak disana. Gadis yang tidak mampu melihat indahnya warna lagi oleh karena bom. Namun gadis itu masih mampu melihat indahnya nada, melodi, dan gesekan biola yang mampu menyihir ribuan mata terpaku kepadanya. Ya, dialah Laskar. Seorang gadis kecil yang dahulu kutemui di sebuah persimpangan jalan. Yang buta oleh karena teror bom beberapa tahun lalu. Kini mampu membuatku dan ratusan orang terinspirasi olehnya. Karena melalui dirinya, ia menunjukkan bahwa keterbatasan itu bukan akhir dari segalanya. Melainkan awal dari sesuatu yang hebat.

                                                                        This story is originally presented by
                                                                        Aloysius Damar Pranadi

Kamis, 21 Juni 2012

Lomba Cerpen Remaja

Ayo para remaja yang masih 15-19 tahun ada lomba cerpen nih. Maaf ngasih tahunya terlambat ya ini infonya:

LOMBA PENULISAN ESAI DAN CERPEN BAGI REMAJA DIY TAHUN 2012
1.      Latar belakang
Menulis adalah sebuah wujud kreativitas manusia. Ekspresi kreatif tersebut lahir dari akal budi manusia dan menjadi sebuah talenta yang luar biasa bagi remaja bila dikembangkan sesuai dengan jalur yang benar. Untuk itu, Balai Bahasa Yogyakarta memberi kesempatan kepada para remaja se-DIY untuk menunjukkan bakat dan talenta menulis Esai dan Cerita Pendek (Cerpen). Aktivitas ini menjadi bagian dari apresiasi, rasa cinta, dan bangga kepada negeri ini. Karya tulis kebahasaan dan kesastraan merupakan aktualisasi nilai yang mampu menjadi salah satu jati diri. Perlulah kiranya digali dan dikembangkan oleh para generasi muda.

2. Tujuan
Lomba penulisan Esai dan Cerpen bertujuan (1) membangkitkan minat remaja terhadap kegiatan berbahasa dan bersastra, khususnya menulis Esai dan Cerpen; 2) meningkatkan daya cipta dan kreativitas para remaja dalam penulisan Esai dan Cerpen; (3) menum-buhkan sikap positif dan rasa cinta terhadap hasil karya kebahasaan dan kesastraan; dan (4) mengembangkan aktivitas menulis kreatif di kalangan remaja.

3. Peserta
Peserta lomba adalah para remaja di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berusia 13--19 tahun.

4. Ketentuan Umum
1) Esai berkaitan dengan aspek kesastraan, kebahasaan, atau kebudayaan, sedangkan Cerpen bebas. Karya tulis peserta tidak boleh mengandung unsur SARA dan pornografi.
2) Karya yang diikutsertakan dalam lomba harus asli (bukan saduran, terjemahan, belum pernah diterbitkan, dan belum pernah diikutsertakan dalam lomba apa pun).
3) Karangan diketik rapi menggunakan program MS Word, kertas kuarto, huruf Times New Roman 12, spasi 1,5, panjang 8--10 halaman untuk Esai dan 5--8 halaman untuk Cerpen.
4) Substansi penulisan Esai meliputi judul, pendahuluan, pembahasan yang memuat analisis, solusi yang ditawarkan, dan penutup serta daftar pustaka (bila perlu). Cerpen ditulis sesuai dengan kaidah penulisan cerpen.
5) Naskah yang dikirim ke panitia rangkap 4 (empat) dilampiri biodata beserta dengan alamat dan nomor telepon yang dapat dihubungi, fotokopi KTP/Kartu Pelajar/
Kartu Mahasiswa/surat keterangan lain yang menyatakan bahwa peserta masih remaja.
6) Setiap peserta hanya berhak mengirim-kan 1 (satu) judul Esai atau Cerpen. Peserta diperbolehkan mengirim dua karya, Esai dan Cerpen.
7) Hak cipta karya ada pada penulis, sedangkan hak penerbitan ada pada Balai Bahasa Yogyakarta.

5. Pengiriman Naskah
1) Naskah dikirim langsung atau melalui pos ke

Panitia Lomba Penulisan Esai dan Cerpen bagi Remaja DIY
d.a. Balai Bahasa Yogyakarta
Jalan I Dewa Nyoman Oka 34, Yogyakarta
Telepon 0274 562070
Kontak person:
Esai : Dra. Herawati (081328751032)
Cerpen : Y. Adhi Satiyoko (0274-6616699)

2) Naskah diterima panitia paling lambat tanggal 28 Juni 2012.

Nb. Penyerahan naskah lomba dapat secara langsung diserahkan ke Panitia Lomba Penulisan Esai dan Cerpen bagi Remaja DIY, d.a. ruang Perpustakaan Balai Bahasa Yogyakarta , Lantai 2 (Ibu Hj. Sus Prihandani, B.A./Ibu Parminah) 

Met ultah Jakarta!!

Kakak: Hari ini hari apa hayooo??
Adik: Hari Jumat kakak...
Kakak: Salah! Udah tau kalau hari jumat.. Tepatnya hari apa?
A: :Hari setelah kamis kakak.
K: Etdah! Dik, anak bayi yang baru keluar dari rahim ibu juga udah tau..
A: Emang iya?
K: Ya, gak lah.. Hahaha.. Udah, capek deh.. Hari ini tuh HARI DIRGAHAYU JAKARTA KE- berapa ya??
A: 485 Kan kak??
K: Itu tau kamu ulang tahun?
A: Tahu dong kakak aja yang ketinggalan berita.
K: #Langsung garuk tanah

Haha.. Ulang tahun jakarta ke 485.. Jakarta alias Batavia alias Sunda Kelapa alias Jayakarta alias (apa lagi ya.. hehehe).. sudah berumur setua itu... Namun apakah umur segitu sesuai dengan keadaan sekarang??
Jakarta adalah salah satu kota terpadat di Indonesia, kota terkorupsi se Indonesia, Kota yang peganggurannya tinggi se indonesia, kota paling muaaaceett seindonesia atau bahkan se asia tenggara. eehhh.. Ini lagi ultanya jakarta ya? Jangan ngomongin buruknya dulu hahaha.. Kita omongin yang baik-baik aja.
Kota yang paling "indah" se-antero dunia ini telah menyentuh umur yang ke 485. Jakarta sudah memiliki banyak gedung tinggi, mewah-mewah,(namun masih tidak teratur, dan dibangun saenak udele dewe.. etdah malah ngomongin jeleknya lagi.. Habis Jakarta seimbang sih jelek sama baiknya, atau malah lebih banyak jeleknya?)
Tidak. Jakarta memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki kota lain. Kota yang aktif menggeliat ini selalu menghadirkan suasana yang ekslusif setiap detiknya. Dari mall yang berjejer, gedung penggaruk langit(pencakar oii.. Oia maaf salah).. Sama sejuta prestasi jakarta yang sudah saya sebutkan diatas tadi.. (Loh?? Ngejek lagi...) Tetapi itu prestasi men tidak apa..
Jakarta punya berjuta sejarah, tempat unik, tempat rekreasi, dan jutaan insan yang berpendidikan.. (walau masih ada yang tidak bisa sekolah haha)., Tetapi tetep jakarta TOP!
Kalau gak ada jakarta, ya sebenarnya masih ada jogja sih hahaha, Indonesia tidak ada artinya. Semua pendiri bangsa mengenal betul kota tertua satu ini. Dari bung Karno, hingga lady Gaga pernah menginjak tanah ini. (eh Lady Gaga bukannya gagal konsernya ya???) Gak tahu dah tanya sama yang mengusirnya aja sana.
Kau tahu andai Jakarta dalam 15 tahun lagi berubah total dan terbangun dengan rapi, maka dijamin saya akan pindah kesana! Loh?? Pokoknya semoga dengan ultah ini jakarta akan menjadi kota yang panjang umur, sehat selalu, rajin menabung (Jangan korupsi ya pemerintahnya), rajin berdoa, dan SEMAKIN BAIK DEH... SELAMAT ULANG TAHUN YA JAKARTA!! Oia jangan lupa ramaikan PRJ, dan Pameran, atau pawai yang diadakan di setiap penjuru KOTA JAKARTA ya! We love jakarta, We love Indonesia!

*NOTE: Mohon maaf jika candaan diatas kurang berkenan di hati anda, tetapi memang begitu kenyataannya.. Dan hal itu berkenaan pada tulisan, dengan maksud dan tujuan agar diulang tahun berikutnya tidak perlu ditulis lagi, dan kota tersebut berubah.
*Cerita diatas mengandung nama, tokoh, dan tempat yang fiksi belaka, jadi tolong jangan diambil keseriusannya. Jika ada menanggapinya serius, itu diluar tanggung jawab saya sebagai Penulis.

Danuve..




Seputar Traveler's Tale

Ada yang pernah dengar novel ini? Belum? Wah, kalau belum anda jangan sampai ketinggalan kisah cinta antara 4 manusia yang tergambar apik dan spesial dalan novel ini.
Novel ini adalah sebuah novel yang terangkum dari 4 penulis sekaligus. Disana akan ada 4 tokoh. Lupa semua namanya saya haha.. Tetapi yang jelas 2 laki-laki dan 2 perempuan. (Jangan asal menebak kalau endingnya akan jadi dua pasang ya! Tidak begitu endingnya...haha..) Mereka berdua ada di luar negeri semua, terpencar di banyak negara. Satu di Amerika sebagai pianis dan sudah memilik tunangan. Satu di Thailand(Kalau gak salah.. hehe) Satu tokoh yang paling gokil di Afrika (Ucup nama panggilannya kalau gak salah.. hehehe). Dan satu lagi.. (wah dimana yaa).. Lupa,, hahaha
Nah, mereka berdua adalah 4 sekawan SMA yang sudah memiliki kehidupan masing-masing. Namun gejolak cinta dari SMA masih terbawa dan mengiang di benak mereka. Sehingga saat salah satu dari mereka(Yang jadi pianis di Amerika) itu memberikan surat undangan pernikahan kepada mereka. Mereka kaget semua, dan akhirnya mereka bertemu di sebuah sudut jalan di Barcelona! (Wah pasti ada Messi disana.. Tidak, tidak ada messi dalam cerita ini! Hahaha)
Nah segala upaya mereka kerahkan walau keadaan finansial mereka terbatas.. Ada yang harus melewati perang, ada yang harus diam-diam pergi meninggalkan pekerjaan, dan lainnya.
Bagaimana kah endingnya???
Ya lebih baik coba cari di toko buku dan membaca bagaimana serunya novel garapan anak bangsa ini.. AYO SEGEEERAA!! Hahaha...

Sajak Doa Sang Anak


Wahai Allah Semesta Alam
Di bawah rembulan jingga ini aku berlutut
Menghadap Engkau Yang Maha Kuasa dan Esa
Demi mengucap sepatah dua patah doa untuk ibuku

                        Wahai Sang Pencipta siang dan malam
                        Dalam atmosfer yang sunyi ini aku bersujud
                        Mengharapkan kasihMu yang tak terkira
                        Untuk sajak-sajak yang akan kuhaturkan ke hadirat-Mu

Saat awal kehidupanku Engkau sulam
Kau titipkan daku kepada malaikat-Mu yang hebat
Dan Sempurna
Dengan cinta yang begitu besar hampir menyamai cinta-Mu kapada umat-Mu

                        Walau penuh derita, siksa, dan sakit yang menghujam
                        Malaikatmu itu tetap tabah tanpa ada rasa takut
                        Ketika daku menyakitinya dan menyiksanya
                        Ketika Engkau menyempurnakanku dalam dunia semu

Nafas demi nafas ia hembuskan perlahan
Keringat memandikan kulitnya yang halus sehalus sutera
Siksaan yang ia rasakan saat daku ingin bebas
Dari persembunyian mulia yang ia berikan untukku

Jerih payah yang ia curahkan tak tersia-siakan
Setelah melihat aku merdeka
Hadir dalam hidupnya yang tak pernah Kau bahas
Sehingga aku tak tahu dunia apa yang akan kuarungi itu

Namun satu yang kupercaya disaat daku Kau ciptakan
Malaikat-Mu ini adalah malaikat tersempurna untukku yang Engkau punya
Kau berikan ia bahasa kasih yang tak terbatas
Agar aku merasa tenang saat daku dalam ketakutan yang menderu

                        Api cinta yang berkobar dalam rohnya kurasakan
                        Saat daku tumbuh dan berkembang hingga dewasa
                        Menyulut jiwaku tuk berjuang demi melihat ia bahagia
                        Dan kelak kan kubuat bangga ia akan daku

Kini saat senjaku telah menyingsing, lelapku telah menjelang
Kulihat diriku belum lah menjadi sesuatu yang berharga baginya
Daku terpuruk dan terjebak dalam kelamnya dunia
Melupakan segala apa yang ia nasihatkan kepada daku

                        Sesalku yang tak terkira memasungku dalam sarang
                        Yang fana dan hina untukku hidup didalamnya
                        Mengunci segala kebijaksanaan yang Kau bagikan cuma-cuma
                        Dengan malaikat-Mu itu sebagai pengantara kalbu

Namun tak kuindahkan semuanya itu dan malah kubuang
Jauh dalam kegelapan yang penuh retak gigi yang hampa
Waktu kian membuatku meneyesal selamanya
Akan curahan kebaikannya yang tak pernah palsu

                        Wahai Allah Yang Maha Agung
                        Betapa pedulinya Engkau akan aku yang fana
                        KasihMu melalui malaikatMu itu selalu deras mengalir disana
                        Dihatinya yang semulia permata sang ratu


Matahariku mulai padam, seiring dengan benderangnya mata hatinya
Kekelaman suram kini mulai lenyap dengan alami
Sanubari bawah sadarku mulai terbelalak sirna
Membuka lembaran cerita baru tentang daku dan ia

Maha Raja Alam Semesta
Mungkin saja malaikatMu akan kembali kepadaMu tidak lama lagi
Oleh karena habisnya waktu yang Kau berikan kepadanya
Oleh karena tugas mulianya t’lah selesai di dunia hasil buah
tangan-Mu ini

Tetapi bagiku, belumlah sempat kubalas kasihnya
Belumlah sempat daku memberikannya arti
Akan kehadiran diriku di kehidupannya
Padahal inginku ukir dalam hatinya kisahku sebagai prasasti

                        Tolonglah daku hamba-Mu yang tak seutuhnya nyata
                        Percikanlah daku air-air harapan yang pasti
                        Tumpahkanlah waktu yang melimpah kepada dirinya
                        Agar aku mampu menjadikan pribadi ini matahari yang abadi

Raga lemahku ini akan kuperas dalam simponi zaman
Yang mengalun indah bersama dirinya yang sangat kucintai
Jiwa hampaku akan kukurbankan dalam kekal kasihnya
Wahai ibu...

                        Berkas aksara kasihnya tak lekang dalam kematian
                        Walau Dikau kelak memanggilnya nanti
                        Kukan rangkaikan sebuah origami kebahagiaan ‘tuk dirinya
Dan menjadikan relief nan cemerlang dalam jiwanya sebelum ia bersama-Mu...